Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Majapahit

Prasasti-Prasasti Peninggalan Kerajaan Majapahit 

Berikut terdapat 22 prasasti peninggalan kerajaan majapahit yang di himpun dari berbagai sumber.


  1. Prasasti Sukamerta (1296 M)

Prasasti Sukamerta

Prasasti Sukamerta juga disebut Prasasti Raden Wijaya. Prasasti ini ditemukan di Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Prasasti ini adalah prasasti kedua yang dikeluarkan oleh Raden Wijaya selama ia menjadi raja dengan ketentuan 1218 C / 1296 M.

Prasasti Sukamerta berbicara tentang Raden Wijaya yang menikahi empat putri Raja Kertanegara untuk menjadi istri. Keempat gadis ini adalah Sri Paduka Parameswari Dyah, Sri Tribhuwaneswari, Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhita, Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita dan Rajapadni Dyah Dewi Gayatri.

Selain menceritakan pernikahan dengan empat putri Kertanegara, Prasasti Sukamerta juga berbicara tentang putranya, Jayanegara, yang berhasil menjadi raja di Daha ketika ia masih relatif muda.


  1. Prasasti Butulan (1298 M)

Prasasti Butulan

Prasasti Butulan adalah prasasti dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di pegunungan Kapur Utara, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.


  1. Prasasti Balawi (1305 M)

Prasasti Balawi

Prasasti Balawi adalah salah satu peninggalan kerajaan Majapahit yang ditemukan di desa Balawi, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.


  1. Prasasti Prapancasarapura (1320 M)

Prasasti Prapancasarapura

Prasasti Prapancasapura adalah prasasti dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di wilayah Jinawa. Prasasti ini bertuliskan nomor 1320 M dan diterbitkan oleh Tribhuwanatunggadewi. Prasasti ini menceritakan Hayam Wuruk sebelum diangkat menjadi raja, ia sebelumnya bernama Kummaraja Jiwana.

Setelah menjadi raja kerajaan Majapahit, putri Raja Hayam Wuruk dengan nama Kusumawardani juga dinobatkan sebagai Raja Kumari yang berdomisili di Kabalan.


  1. Prasasti Parung (1350 M)

Prasasti Parung berbicara tentang petugas pengadilan yang harus mempertimbangkan sebelum memutuskan kasus pengadilan.

Prasasti Parung adalah prasasti dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di wilayah Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti ini berasal dari tahun 1350 Masehi

Prasasti Parung berbicara tentang petugas pengadilan yang harus mempertimbangkan sebelum memutuskan kasus pengadilan. Pengadilan juga harus mempelajari buku-buku sastra India, peraturan lokal, hukum adat, pendapat orang tua, buku-buku hukum yang selalu ditulis oleh hakim untuk waktu yang lama.


  1. Prasasti Alasantan (939 M)

Prasasti pertama yang akan kita bahas adalah prasasti Alasantan. Prasasti ini ditemukan di desa Bejijong, kecamatan Trowulan, kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti ini adalah prasasti tertua yang ditemukan.

Prasasti Alasantan memberi tahu kita bahwa pada 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri Isanawikrama memerintahkan bahwa tanah-tanah di wilayah Alasantan digunakan sebagai tanah Sima milik Rakaryan Kabayan.


  1. Prasasti Kamban (941 M)

Prasasti Kamban

Warisan berikutnya dari kerajaan Majapahit adalah prasasti Kamban. Prasasti ini ditemukan ditulis dalam bahasa Kawi.

Prasasti Kamban menceritakan tentang peresmian desa Kamban di daerah benteng oleh Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah Matanggadewa pada Maret 941 M.


  1. Prasasti Hara-Hara (966 M)

Prasasti Hara-Hara adalah salah satu Kerajaan Majapahit. Prasasti ini juga dikenal sebagai Prasasti Trowulan VI. Prasasti ini yang bertuliskan pada 12 Agustus 966 M diterbitkan oleh Wisnuwardhana (suami Jayawardhana). Prasasti ini ditemukan di wilayah Wurara.

Isi tulisan Hara-Hara menceritakan tentang pengalihan tanah milik Mpu Mano. Tanah ini adalah warisannya dan diberikan kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana. Tanah ini telah dikembalikan untuk digunakan sebagai royalti untuk tempat ibadah.


  1. Prasasti Maribong (1264 M)

Warisan berikutnya dari kerajaan Majapahit adalah prasasti Maribong. Prasasti ini juga disebut prasasti Trowulan II. Prasasti ini menceritakan tentang Raja Wisnuwardhana yang memberikan hak kelahiran ke desa Maribong pada 28 Agustus 1264 M.


  1. Prasasti Wurare (1289 M)

Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah salah satu prasasti kerajaan Majapahit yang ditemukan di wilayah Wurare, yaitu di Kandang Gajak, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Prasasti ini tertanggal 21 September 1289 Masehi

Karakter dalam sejarah prasasti Wurare adalah Raja Sri Jnamasiwabajra, raja ini memiliki gelar Kertanegara setelah ditahbiskan Jina (Buddha Dhyani). Isi prasasti ini berbicara tentang seorang raja yang berhasil menyatukan dua wilayah, yaitu antara wilayah Janggala dan Panjalu, sebelum menanam patung Mahaksobhya di Wurare.


  1. Prasasti Kudadu (1294 M)

Prasasti Kudadu

Kudadu Parasasti adalah salah satu peninggalan kerajaan Majapahit yang ditemukan di lereng Gunung Butak, wilayah perbatasan antara Kabupaten Blitar dan Kabupaten Malang. Prasasti ini ditulis menggunakan aksara Kawi Majapahit pada 11 September 1294 M. Prasasti ini juga dikenal sebagai prasasti Gunung Butak, sesuai dengan nama tempat penemuannya.

Prasasti ini menceritakan pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi raja Majapahit. Lebih khusus, prasasti ini menceritakan tentang bantuan yang diperoleh Raden Wijaya dari Rama Kudadu, ketika ia melarikan diri dari kejaran Jayakatwang. Setelah Raden Wijaya berhasil menjadi raja Majapahit, ia memberikan hadiah kepada penduduk desa dan kepala desa Kudadu dalam bentuk tanah sima.


  1. Prasasti Canggu (1358 M)

Prasasti Canggu

Prasasti Canggu menceritakan tentang peraturan yang menjadi lokasi perlintasan di sekitar sungai Solo dan Brantas.

Prasasti Canggu adalah peninggalan kerajaan Majapahit, juga disebut prasasti Trowulan I. Prasasti ini diterbitkan oleh Raja Hayam Wuruk. Ketika prasasti ini pertama kali ditemukan, jumlahnya terdiri dari 5 keping tembaga, tetapi hanya satu yang tersisa. Tahun yang ditulis pada entri ini adalah 1358 M.

Isi prasasti Canggu menceritakan tentang peraturan yang telah menjadi tempat perempatan di sekitar Sungai Solo dan Sungai Brantas, yang saat ini menjadi tempat perempatan untuk orang, ternak, peralatan transportasi, dll.


  1. Prasasti Biluluk I (1366 M)

Prasasti Biluluk I

Prasasti Biluluk memiliki tiga jenis, yaitu Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M) dan Biluluk III (1395 M).

Warisan berikutnya dari kerajaan Majapahit adalah prasasti Biluluk. Prasasti ini memiliki tiga jenis, yaitu Biluluk I (1366 M), Biluluk II (1393 M) dan Biluluk III (1395 M) yang semuanya memiliki keluaran angka tahun yang berbeda. Seperti namanya, prasasti ini ditemukan di Kabupaten Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Isi prasasti Biluluk I dalam prasasti Biluluk III adalah sama, yang berisi hak dan kekuasaan yang diberikan kepada desa Bluluk dan Tanggulan. Selain itu, prastiasti ini juga berbicara tentang produksi dan produksi garam di wilayah pesisir dan sumber air garam. Ini juga menjelaskan tentang sistem pajak, sehingga perlu aturan dan standar yang ketat.


  1. Prasasti Karang Bogem (1387 M)

Prasasti Karang Bogem

Prasasti Karang Bogem bercerita tentang pembukaan atau peresmian area penangkapan ikan di desa Karang Bogem.

Peninggalan kerajaan Majapahit berikutnya adalah prasasti Karangem. Prasasti ini ditemukan di Kabupaten Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Prasasti ini diterbitkan pada 1387 M dan merupakan prasasti logam yang hanya mewakili satu potong. Prasasti ini diterbitkan dua tahun sebelum kematian Raja Hayam Wuruk.

Nama tokoh yang mengeluarkan prasasti Karang Bogem adalah Batara Parameswara Pamotan Wijayarajasa Dyah Kudamerta. Dia adalah raja wilayah Kedaton Wetan yang meninggal pada 1388 Masehi

Isi prasasti Karang Bogem menceritakan tentang pembukaan atau peresmian area penangkapan ikan di desa Karang Bogem. Dalam isi prasasti, ada kata Gresik, yang merupakan tempat ditemukannya prasasti Karang Bogem. Sekarang Karang Bogem termasuk dalam wilayah kabupaten Bungah.


  1. Prasasti Katiden (1392 M)

Prasasti Katiden

Prasasti Katiden menceritakan tentang pembebasan populasi 11 desa Katiden.

Prasasti Katiden adalah prasasti dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di Kabupaten Malang. Prasasti ini dikeluarkan ketika Wikramawardhana memerintah kerajaan Majapahit yang berasal dari 1392 Masehi

Prasasti ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Katiden I dan Katiden II dan diterbitkan pada tahun yang berbeda. Namun, konten dan makna yang terkandung dalam dua prasasti kurang lebih sama.

Isi prasasti Katiden menceritakan tentang pembebasan penduduk 11 desa di Katiden. Pembebasan mereka bukan karena alasan apa pun, yaitu bahwa mereka diberi tugas penting untuk melindungi dan melestarikan hutan alang-alang di wilayah Gunung Lejar.


  1. Prasasti Biluluk II (1393 M)

Prasasti Biluluk II adalah warisan dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di Kabupaten Bluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Isi registrasi ini sama dengan isi prasasti Biluluk I dan Biluluk III.


  1. Prasasti Biluluk III (1395 M)

Prasasti Biluluk III adalah salah satu peninggalan kerajaan Majapahit yang juga ditemukan di Kabupaten Biluluk, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Isi prasasti Biluluk III sama dengan isi prasasti Biluluk I dan Biluluk II.


  1. Prasasti Lumpang (1395 M)

Prasasti Lumpang

Prasasti Lumpang juga disebut prasasti Katiden II karena memiliki konten yang sama dengan prasasti Katiden I, bahkan jika itu diterbitkan pada tahun yang berbeda.

Prasasti Lumpang adalah salah satu prasasti kerajaan Majapahit, juga disebut prasasti Katiden II. Prasasti ini ditemukan di Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Isi dan makna prasasti Lumpang sama dengan prasasti Katiden, oleh karena itu prasasti ini juga disebut prasasti Katiden kedua meskipun nomor keluarnya tidak sama.


  1. Prasasti Waringin Pitu (1447 M)

Prasasti Waringin Pitu

Prasasti Waringin Pitu berbicara tentang tatanan pemimpin dan pemerintahan kerajaan Majapahit yang dibagi menjadi 14 kraton di bawah dominasi kerajaan Majapahit.

Prasasti Waringin Pitu adalah prasasti dari kerajaan Majapahit yang ditemukan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Prasasti ini terdaftar dengan nomor 1447. Prasasti ini menyebutkan bahwa 14 kraton berada di bawah kerajaan Majapahit dan semua anggota dinasti Girindra dipanggil dengan sebutan “Bhre” pada waktu itu.

Isi prasasti Waringin Pitu berbicara tentang tatanan para penguasa dan pemerintah kerajaan Majapahit. 14 istana bawahan kerajaan Majapahit adalah Bhre Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre Wengker, Bhre Wirabumi, Bhre Matahun, Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre Kembeng Jenar, Bhre Burahembre.


  1. Prasasti Jiwu (1486 M)

Prasasti Jiwu

Prasasti Jiwu menceritakan peresmian hibah tanah Trailokyapuri kepada Sri Brahmana Ganggadara.

Peninggalan kerajaan Majapahit berikutnya adalah prasasti Jiwu. Prasasti ini memiliki nomor pada 1416 Saka atau 1486 AD yang dikeluarkan oleh Trailokyapuri.

Isi prasasti Jiwu menceritakan tentang peresmian hibah tanah di Trailokyapuri kepada Sri Brahmana Ganggadara, seorang Brahmana yang telah berkontribusi dalam perang. Di mana selama perang ini, Ranawijaya berhasil mengambil alih kerajaan Majapahit dari Bhre Kertabumi, yang akhirnya meninggal di Kedaton.


  1. Prasasti Marahi Manuk

Prasasti Marahi Manuk menceritakan konflik tanah yang terjadi pada waktu itu.

Peninggalan kerajaan Majapahit berikutnya adalah prasasti Marahi Manuk. Prasasti ini ditemukan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Entri ini berisi sengketa tanah yang terjadi pada saat itu.

Dikatakan bahwa pada saat itu ada perselisihan tanah antara para pihak yang akhirnya menemukan solusi dan diputuskan oleh hakim pada saat itu. Hakim resmi yang memutuskan sengketa tanah ini akan memahami buku-buku dan hukum adat setempat.


  1. Prasasti Jiyu

Prasasti Jiyu

Prasasti adalah objek tertulis yang berisi pesan atau pernyataan yang bukan cerita. Entri dapat berupa batu, kayu atau logam dan seringkali berkaitan dengan peringatan suatu peristiwa atau masalah politik. Prasasti umumnya dilengkapi dengan lencana yang dapat menunjukkan siapa yang mengirimnya di samping nama raja yang tertulis di sana. Lanchana atau lambang pada prasasti batu yang ditemukan di desa Jiyu adalah lambang dua telapak tangan, payung, bulan, bintang, tongkat melilit ular dan kendi. Simbol ini mirip dengan lambang prasasti yang telah ditemukan di desa Jiyu (prasasti Jiyu / prasasti Trailokyapuri I-IV) yang saat ini ditempatkan di Manajemen Informasi Majapahit (Museum Majapahit).

Menurut Hasan Djakfar, prasasti tersebut memuat angka 1408 Saka dan disampaikan oleh Girindrawardhana Dyah Ranawijaya sebagai bagian dari peresmian tanah Sang Hyang Dharma Trailokyapuri yang telah dialokasikan untuk Sri Brahmaraja Gangadhara. Selain prasasti Jiyu I-IV, prasasti Ptak juga menunjukkan jumlah tahun dan lanchana yang sama, di samping itu, empat monumen perbatasan (watu sima) dengan lanchana yang sama juga ditemukan sehingga lambang itu disebut Girindrawwardhana- Lanchana tanpa surat itu. Berdasarkan pendapat ini, batu monolitik yang memiliki simbol Girindrawardhana-Lanchana di dusun Jerukwangi, desa Jiyu, kabupaten Mojokerto dapat dianggap sebagai batas (watu sima).

Prasasti itu berada di sawah (teras) milik warga bernama Bpk. Abu Amar, tepatnya di sudut tenggara sawah. Selain itu, berbatasan dengan sungai kecil (sungai irigasi) yang mengarah dari timur ke barat. Prasasti ini sekitar 5 meter berbatasan dengan prasasti nomor 518 / MJK / 2017. Sawah ini dapat diakses dari jalan raya Kutorejo di selatan pabrik bir melalui pintu masuk timur, kemudian di persimpangan, belok kiri (utara) ke arah peternakan kuda (kandang kuda). Tanah dapat diakses oleh peternakan di timur kemudian oleh sawah sampai melintasi dua aliran irigasi sampai tulisan ini ditemukan.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh billnoll. Diberdayakan oleh Blogger.